“Sy ?? Lu yakin mau putus dari
dia ?? “ Zoey berkata sambil menatap pantulan diriku di kaca
, saat kami sedang berada di westafel toilet salah satu mall besar di Jakarta Barat.
Aku menghela nafas. Berat untuk
menjawabnya , dan aku yakin Zoey pasti mengetahui itu, namun aq menutupinya
dari Zoey.
“umm.. yah mau gimana lagi Zo ??
gw rasa gw ga bisa mempertahankan hubungan kaya hubungan gw sekarang, udah ah,
yuk kita jalan jalan, happy happy lah kan kita jarang jalan jalan bareng kaya
gini . “ kilahku, menghentikan pembicaraan.
“ Ok lah, yuk.. “ jawabnya enteng
sambil menggamit lenganku.
Kami menonton ,
shopping dan berjalan jalan dengan
riang, cukup untuk menenangkan hatiku yang gelisah selama tiga minggu
ini , berfikir apakah keputusanku untuk mengakhiri hubungan dengan dia adalah
keputusan yang tepat. Dia, dia yang selama dua tahun ini mengisi hari hari
ku,yang aku tunggu selama lima tahun, yang selalu sabar jika aku uring”an, yang
tetap positif di saat aku negative, dan yang selalu baik terhadapku, namun ada satu hal yang aku tidak bisa lakukan lagi , menjadi orang lain , bersama dengannya , membuatku tidak menjadi
diriku sendiri, awalnya aku bisa menerima, toh perubahan yang terjadi padaku
sejak menjalin hubungan dengannya adalah perubahan yang positif, namun ,
setelah dua tahun , aq terlalu lelah untuk menjadi yang dia inginkan, aq tidak
bisa menjadi seseorang yang dia mau , yang adalah tidak menjadi diriku sendiri.
Ini melelahkan dan aq tidak bisa seperti ini terus menerus.
“Sy, “ sapa Zoey ketika aq memasukan
satu sendok penuh salad sayur ke dalam mulutku.
“Hmm” sahutku dengan mulut yang
penuh salad.
“Gw mau liat lu yang dulu
deh, yang ga murung kaya gini, gw tahu
lu masih kepikiran sama dia, lu selesaikan deh si, kalo keputusan lu ini bikin
lu unhappy dan lebih happy sama dia, ya udah jangan putus, toh selama ini udah
bertahan dua tahun kan ??”
Agak tersedak mendengar perkataan
Zoey, aq merespon sarannya setelah menelan salad.
“emang gw murung ??” tanyaku.
“Iya, ya lu ga bisa sembunyiin
apa apa dari gw Sy, lu pikir udah berapa lama gw kenal sama lu?? Lu sahabat gw
dari kecil , Sisy, gw tahu, “
“Gw ga bisa jadi diri sendiri
Zo,gw lelah memaksa diri gw untuk menjadi yang bukan diri gw. gw rasa dia masih
ada di bayang bayangnya Hera, gw bukan Hera, gw Sisy, gw udah berusaha selama
dua tahun dan ga ada perubahan dari sikap dia, dia ga bisa nerima diri gw apa
adanya , memang di bbrp hal dia bilang dia kagum sama gw, tapi banyak sikap dia
yang nuntut gw jadi sama seperti Hera. Gw ga kuat Zo. Tapi gw juga ga siap
kehilangan dia, “ Kataku , menahan tangis.
“Gw tahu lu tersiksa selama tiga minggu ini. Gw sebagai sahabat mau yang terbaik buat lu Sy, kalo memang , dia
bikin lu ga nyaman dan tersiksa, lebih baik ya akhiri aja, ini memang kompleks,
apalagi penantian lu untuk sama dia itu lama banget kan . Gw sih liat lu
bahagia sama dia, tapi kalo memang kenyataannya lu ga nyaman , apalagi bikin lu
ga jadi diri sendiri, gw rasa keputusan
lu untuk putus itu tepat.Beranilah ambil keputusan Sy, kalo memang itu kata
hati lu, gw dukung koq.” Katanya, lembut.. sambil menepuk bahuku.
“Ok. Gw akan memikirkan ini
seminggu lagi, toh belakangan ini dia
sibuk banget sama semua kegiatan dia di bisnisnya.” Kataku menimpali.
Seminggu kemudian…
Aku mengambil keputusan untuk
putus, ya, putus darinya , aku memutuskan untuk meneleponnya mengajaknya
bertemu di suatu tempat untuk membicarakan hal ini.
Ku ambil handphone diatas meja
riasku , dan memencet nomornya yang aku hafal di luar kepala, malas ke menu
kontak mencari namanya, agak gemetar tanganku saat menempelkan handphone di
telinga.
“Halo… “ katanya.
“Hai, apa kabar ?? “ tanyaku,
berbasa basi.
“Baik honey, ada apa ?? Maaf yah
gw belakangan ini sibuk banget. “
“Ya gpp koq. Bisa ketemu sabtu
ini di tempat biasa jam tujuh?? Ada yang mw gw omongin. “ kataku , berusaha
terdengar wajar.
“Ok. Kangen ya ?? “
“Hmm.. hehe. Bisa di bilang
begitu, “ kataku.
“Ok. See u there honey. Sori yah
gw lagi mw meeting nih ga bisa lama lama telepon. “
“Yah udah biasa gw, gpp koq. See
u there” dan aku pun mengakhiri pembicaraan di handphone.
Jam tujuh pun
akhirnya tiba, aq menunggu nya di tempat biasa kami bertemu. Ya, tempat ini
begitu banyak meninggalkan kenangan indah untukku, dan bbrp menit lagi, kenangan
buruk, ya, pilihanku untuk mengakhiri hubunganku dengan Matthew sepertinya akan
mendatangkan kenangan yang tidak menyenangkan untukku, namun aku harus siap
dengan konsekuensinya, bbrp menit kemudian dia datang, masih tampan dengan
kemeja birunya. Oh, rasanya aku tidak bisa mengucapkan ini. Dia orang yang
begitu aku inginkan untuk berada di sampingku, dan sudah dua tahun ini dia ada
di sampingku, apakah saat ini memang inilah ujian untuk hubungan kami ?? Apakah
aku berlebihan ?? Tidak, aku memang harus mengakhiri hubungan ini.
“Hai honey, udah lama yah ??
Sorry telat dikit, baik baik kan ?? Mau makan apa ?? “
“Umm.. gw ga makan , lu aja kalo
mau, gw ga laper” jawabku sambil tersenyum.
“Ok, gw pesen dulu nih , yakin lu
ga mau makan ?? “ Tanyanya sambil
tersenyum.
“Nggak, gag laper Matt, “
Setelah memesan bbrp minuman dan
kentang goreng, kami bercakap cakap sebentar mengenai pekerjaanku dan bisnisnya,
ya, Matthew tidak bekerja pada orang lain seperti aku, dia menjalankan bisnis
sendiri , bisnis yang aku juga menjalankannya, bisnis networking atau bisnis
jaringan , dan jaringan yang ada di bawahnya sudah sangat besar, jadi dia
senantiasa sibuk, namun dia bisa mengatur waktunya agar hubungan kami tetap
berkualitas, selain itu , karena aku pun sama sama menjalankan bisnis ini, jadi
aku juga sibuk, kami berdua tidak pernah mempermasalahkan bisnis ini, karna
justru bisnis inilah yang menyatukan kami, dan aku tidak bisa membayangkan
setelah ini apakah aku masih bisa bersikap professional di bisnis ini.
“jadi, lu mw ngomong apa ?? ada
yang serius banget kah ?? “ tanyanya .
“iya tapi di luar bisnis, gw mw
ngomong tentang hubungan kita. “
“hubungan kita ?? oh ok. Kenapa
?? ada yang bikin lu ga nyaman ?? “ tanyanya, oh ya Tuhan , tidak sadarkah dia
bahwa aku selama ini tersiksa menjadi diri orang lain. Tersiksa = tidak nyaman,
bukankah begitu ???
“umm.. gw bingung mulai darimana
ngomongnya, “ kataku,
“ Sisy, kita udah pacaran dua
tahun lu masih bingung mw mulai darimana. Lucu dehh .. “ katanya.
“Hehe, iyah , Matt, gw rasa kita
lebih baik berteman aja, kita putus. “
Matthew terlihat kaget namun
masih tidak percaya dengan kata kataku.
“Apa ?? kenapa lu tiba tiba minta
putus ?? “
“Gini gini, gw udah pikirin ini
ampir satu bulan , sampe kayak orang gila, gw rasa lu tahu, sebenernya , gw
masih sayang sama lu, tapi gw ga bisa terus terusan jadi orang lain , gw… gw ga bisa ga jadi diri gw sendiri, selama
kita ngejalanin hubungan ini, gw terus terusan Menuhin keinginan lu atas sikap
gw , kalo di bisnis memang itu tuntutan ,cuma dalam hubungan kita , tuntutan lu itu , menyiksa
gw, gw ga tahu apakah Hera masih jadi bayang bayang lu, tapi gw bukan Hera, gw
Sisy, gw beda sama dia, gw ga punya latar belakang seperti Hera dan gw lelah , gw ga mau ngejalanin hubungan yang gw
sendiri bakalan terpaksa ngejalaninnya, gw fikir dengan gw terus mengalah sama
lu, lu bisa ngerti sedikit, tapi ternyata gw memang ga bisa dampingin lu. Itu
alasan gw mw putus . “ kataku,
“Jadi maksud lu, selama ini lu
maksa diri lu untuk jadi orang yang gw mau ?”
“Iya, “ kataku, menunduk, aku tak
bisa menatap matanya.
“Terus bisnis lu ???”
“gw tetep di bisnis ini, gw ga
akan berenti koq, gw akan mencoba untuk terus professional, lu tenang aja, “
kataku,
“bisa tolong lu tatap mata gw Sy
?? dari tadi lu jelasin alasan lu, lu ga tatap mata gw , “
Aku mengangkat kepalaku, menatap
matanya yang nanar, sepertinya dia sangat kesal dan kecewa terhadapku.
“sy, lu yakin sama keputusan lu
?? “ tanyanya sambil menatapku lekat
lekat.
“gw udah fikirin ini baik baik,
maafin gw Matthew, gw rasa lu belum bisa tanpa Hera. Hera beberapa hari ini
juga sering nelponin gw terkait hubungan kita. Dia bilang dia masih sayang sama
lu. Gw , gw lelah banget. Maaf. “ kataku, air mataku sudah tak terbendung lagi,
aq mengelap yang menitik di pipiku dengan tisyu, dan kemudian berdiri, sambil
berdiri aku berkata.
“Maaf Matthew, gw mw pulang.
Makasih buat semuanya dan maaf buat semua kesalahan gw. Sukses yah. Gbu “ aku
pun pergi. Saat aku hendak pergi.
“Kalo memang itu yang lu
inginkan, ya udah. Gw meng iya kan permintaan lu “
Aku diam, dan melangkah perlahan
, bumi bagai berhenti berputar, kakiku serasa tidak berpijak, jantungku seperti
di hujam ribuan paku dan puluhan ton besi, sakit ! , sakit sekali, marah,
kecewa , sedih , bercampur aduk jadi satu. Tidak berartikah selama ini sikapku
yang selalu mengalah untuknya ?? Sehingga dia tidak meminta penjelasan lain
atau setidaknya merasa kehilangan ?? Lalu apa aku di matanya selama dua tahun
ini ?. Bagaimana mungkin dia membiarkan aku pergi begitu mudah, apakah selama
ini aku hanya di jadikan pelampiasanya saja ??
Aku berharap dia berbalik
mengejarku dan menahanku pergi, selangkah, dua langkah, aku terus melangkah , tapi tidak
ada yang menghentikanku, tidak ada tangannya yang kekar dan hangat, tidak ada
suaranya yang lembut. Ya, ini yang aku inginkan, aku harus menerimanya. Aku
yang membuat pilihan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar