Kamis, 02 Agustus 2012

Putus ??


“Sy ?? Lu yakin mau putus dari dia ?? “  Zoey  berkata sambil menatap pantulan diriku di kaca , saat kami sedang berada di westafel toilet  salah satu mall besar di Jakarta Barat.
Aku menghela nafas. Berat untuk menjawabnya , dan aku yakin Zoey pasti mengetahui itu, namun aq menutupinya dari Zoey. 

“umm.. yah mau gimana lagi Zo ?? gw rasa gw ga bisa mempertahankan hubungan kaya hubungan gw sekarang, udah ah, yuk kita jalan jalan, happy happy lah kan kita jarang jalan jalan bareng kaya gini . “ kilahku, menghentikan  pembicaraan.
“ Ok lah, yuk.. “ jawabnya enteng sambil menggamit lenganku. 

Kami menonton , shopping dan berjalan jalan dengan  riang, cukup untuk menenangkan hatiku yang gelisah selama tiga minggu ini , berfikir apakah keputusanku untuk mengakhiri hubungan dengan dia adalah keputusan yang tepat. Dia, dia yang selama dua tahun ini mengisi hari hari ku,yang aku tunggu selama lima tahun, yang selalu sabar jika aku uring”an, yang tetap positif di saat aku negative, dan yang selalu baik terhadapku, namun ada satu hal yang aku tidak bisa lakukan lagi , menjadi orang lain , bersama dengannya , membuatku tidak menjadi diriku sendiri, awalnya aku bisa menerima, toh perubahan yang terjadi padaku sejak menjalin hubungan dengannya adalah perubahan yang positif, namun , setelah dua tahun , aq terlalu lelah untuk menjadi yang dia inginkan, aq tidak bisa menjadi seseorang yang dia mau , yang adalah tidak menjadi diriku sendiri. Ini melelahkan dan aq tidak bisa seperti ini terus menerus.

“Sy, “ sapa Zoey ketika aq memasukan satu sendok penuh salad sayur ke dalam mulutku.
“Hmm” sahutku dengan mulut yang penuh salad.
“Gw mau liat lu yang dulu deh,  yang ga murung kaya gini, gw tahu lu masih kepikiran sama dia, lu selesaikan deh si, kalo keputusan lu ini bikin lu unhappy dan lebih happy sama dia, ya udah jangan putus, toh selama ini udah bertahan dua tahun kan ??”
Agak tersedak mendengar perkataan Zoey, aq merespon sarannya setelah menelan salad. 

“emang gw murung ??” tanyaku.
“Iya, ya lu ga bisa sembunyiin apa apa dari gw Sy, lu pikir udah berapa lama gw kenal sama lu?? Lu sahabat gw dari kecil , Sisy, gw tahu, “
“Gw ga bisa jadi diri sendiri Zo,gw lelah memaksa diri gw untuk menjadi yang bukan diri gw. gw rasa dia masih ada di bayang bayangnya Hera, gw bukan Hera, gw Sisy, gw udah berusaha selama dua tahun dan ga ada perubahan dari sikap dia, dia ga bisa nerima diri gw apa adanya , memang di bbrp hal dia bilang dia kagum sama gw, tapi banyak sikap dia yang nuntut gw jadi sama seperti Hera. Gw ga kuat Zo. Tapi gw juga ga siap kehilangan dia, “ Kataku , menahan tangis. 

“Gw tahu lu tersiksa selama tiga minggu ini. Gw sebagai sahabat mau yang terbaik buat lu Sy, kalo memang , dia bikin lu ga nyaman dan tersiksa, lebih baik ya akhiri aja, ini memang kompleks, apalagi penantian lu untuk sama dia itu lama banget kan . Gw sih liat lu bahagia sama dia, tapi kalo memang kenyataannya lu ga nyaman , apalagi bikin lu ga  jadi diri sendiri, gw rasa keputusan lu untuk putus itu tepat.Beranilah ambil keputusan Sy, kalo memang itu kata hati lu, gw dukung koq.” Katanya, lembut.. sambil menepuk bahuku.
“Ok. Gw akan memikirkan ini seminggu lagi, toh belakangan  ini dia sibuk banget sama semua kegiatan dia di bisnisnya.” Kataku menimpali. 

Seminggu kemudian… 

Aku mengambil keputusan untuk putus, ya, putus darinya , aku memutuskan untuk meneleponnya mengajaknya bertemu di suatu tempat untuk membicarakan hal ini.
Ku ambil handphone diatas meja riasku , dan memencet nomornya yang aku hafal di luar kepala, malas ke menu kontak mencari namanya, agak gemetar tanganku saat menempelkan handphone di telinga.
“Halo… “ katanya.
“Hai, apa kabar ?? “ tanyaku, berbasa basi.
“Baik honey, ada apa ?? Maaf yah gw belakangan ini sibuk banget. “
“Ya gpp koq. Bisa ketemu sabtu ini di tempat biasa jam tujuh?? Ada yang mw gw omongin. “ kataku , berusaha terdengar wajar. 
“Ok. Kangen ya ?? “
“Hmm.. hehe. Bisa di bilang begitu, “ kataku.
“Ok. See u there honey. Sori yah gw lagi mw meeting nih ga bisa lama lama telepon. “
“Yah udah biasa gw, gpp koq. See u there” dan aku pun mengakhiri pembicaraan di handphone.

Jam tujuh pun akhirnya tiba, aq menunggu nya di tempat biasa kami bertemu. Ya, tempat ini begitu banyak meninggalkan kenangan indah untukku, dan bbrp menit lagi, kenangan buruk, ya, pilihanku untuk mengakhiri hubunganku dengan Matthew sepertinya akan mendatangkan kenangan yang tidak menyenangkan untukku, namun aku harus siap dengan konsekuensinya, bbrp menit kemudian dia datang, masih tampan dengan kemeja birunya. Oh, rasanya aku tidak bisa mengucapkan ini. Dia orang yang begitu aku inginkan untuk berada di sampingku, dan sudah dua tahun ini dia ada di sampingku, apakah saat ini memang inilah ujian untuk hubungan kami ?? Apakah aku berlebihan ?? Tidak, aku memang harus mengakhiri hubungan ini.
“Hai honey, udah lama yah ?? Sorry telat dikit, baik baik kan ?? Mau makan apa ?? “
“Umm.. gw ga makan , lu aja kalo mau, gw ga laper” jawabku sambil tersenyum.
“Ok, gw pesen dulu nih , yakin lu ga mau makan ?? “  Tanyanya sambil tersenyum.
“Nggak, gag laper Matt, “

Setelah memesan bbrp minuman dan kentang goreng, kami bercakap cakap sebentar mengenai pekerjaanku dan bisnisnya, ya, Matthew tidak bekerja pada orang lain seperti aku, dia menjalankan bisnis sendiri , bisnis yang aku juga menjalankannya, bisnis networking atau bisnis jaringan , dan jaringan yang ada di bawahnya sudah sangat besar, jadi dia senantiasa sibuk, namun dia bisa mengatur waktunya agar hubungan kami tetap berkualitas, selain itu , karena aku pun sama sama menjalankan bisnis ini, jadi aku juga sibuk, kami berdua tidak pernah mempermasalahkan bisnis ini, karna justru bisnis inilah yang menyatukan kami, dan aku tidak bisa membayangkan setelah ini apakah aku masih bisa bersikap professional di bisnis ini.
“jadi, lu mw ngomong apa ?? ada yang serius banget kah ?? “  tanyanya .
“iya tapi di luar bisnis, gw mw ngomong tentang hubungan kita. “
“hubungan kita ?? oh ok. Kenapa ?? ada yang bikin lu ga nyaman ?? “ tanyanya, oh ya Tuhan , tidak sadarkah dia bahwa aku selama ini tersiksa menjadi diri orang lain. Tersiksa = tidak nyaman, bukankah begitu ???

“umm.. gw bingung mulai darimana ngomongnya, “ kataku,
“ Sisy, kita udah pacaran dua tahun lu masih bingung mw mulai darimana. Lucu dehh .. “ katanya.
“Hehe, iyah , Matt, gw rasa kita lebih baik berteman aja, kita putus. “
Matthew terlihat kaget namun masih tidak percaya dengan kata kataku.
“Apa ?? kenapa lu tiba tiba minta putus ?? “
“Gini gini, gw udah pikirin ini ampir satu bulan , sampe kayak orang gila, gw rasa lu tahu, sebenernya , gw masih sayang sama lu, tapi gw ga bisa terus terusan jadi orang lain , gw…  gw ga bisa ga jadi diri gw sendiri, selama kita ngejalanin hubungan ini, gw terus terusan Menuhin keinginan lu atas sikap gw , kalo di bisnis memang itu tuntutan ,cuma dalam  hubungan kita , tuntutan lu itu , menyiksa gw, gw ga tahu apakah Hera masih jadi bayang bayang lu, tapi gw bukan Hera, gw Sisy, gw beda sama dia, gw ga punya latar belakang seperti Hera dan gw lelah  , gw ga mau ngejalanin hubungan yang gw sendiri bakalan terpaksa ngejalaninnya, gw fikir dengan gw terus mengalah sama lu, lu bisa ngerti sedikit, tapi ternyata gw memang ga bisa dampingin lu. Itu alasan gw mw putus . “ kataku, 

“Jadi maksud lu, selama ini lu maksa diri lu untuk jadi orang yang gw mau ?”
“Iya, “ kataku, menunduk, aku tak bisa menatap matanya.
“Terus bisnis lu ???”
“gw tetep di bisnis ini, gw ga akan berenti koq, gw akan mencoba untuk terus professional, lu tenang aja, “ kataku,
“bisa tolong lu tatap mata gw Sy ?? dari tadi lu jelasin alasan lu, lu ga tatap mata gw , “
Aku mengangkat kepalaku, menatap matanya yang nanar, sepertinya dia sangat kesal dan kecewa terhadapku.
“sy, lu yakin sama keputusan lu ?? “  tanyanya sambil menatapku lekat lekat. 

“gw udah fikirin ini baik baik, maafin gw Matthew, gw rasa lu belum bisa tanpa Hera. Hera beberapa hari ini juga sering nelponin gw terkait hubungan kita. Dia bilang dia masih sayang sama lu. Gw , gw lelah banget. Maaf. “ kataku, air mataku sudah tak terbendung lagi, aq mengelap yang menitik di pipiku dengan tisyu, dan kemudian berdiri, sambil berdiri aku berkata.

“Maaf Matthew, gw mw pulang. Makasih buat semuanya dan maaf buat semua kesalahan gw. Sukses yah. Gbu “ aku pun pergi. Saat aku hendak pergi.
“Kalo memang itu yang lu inginkan, ya udah. Gw meng iya kan permintaan lu “
Aku diam, dan melangkah perlahan , bumi bagai berhenti berputar, kakiku serasa tidak berpijak, jantungku seperti di hujam ribuan paku dan puluhan ton besi, sakit ! , sakit sekali, marah, kecewa , sedih , bercampur aduk jadi satu. Tidak berartikah selama ini sikapku yang selalu mengalah untuknya ?? Sehingga dia tidak meminta penjelasan lain atau setidaknya merasa kehilangan ?? Lalu apa aku di matanya selama dua tahun ini ?. Bagaimana mungkin dia membiarkan aku pergi begitu mudah, apakah selama ini aku hanya di jadikan pelampiasanya saja ?? 

Aku berharap dia berbalik mengejarku dan menahanku pergi, selangkah,  dua langkah, aku terus melangkah , tapi tidak ada yang menghentikanku, tidak ada tangannya yang kekar dan hangat, tidak ada suaranya yang lembut. Ya, ini yang aku inginkan, aku harus menerimanya. Aku yang membuat pilihan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar